Masyarakat Gambut Sumatera

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) nasional dan tiga provinsi di Sumatera yakni Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau memprakarsai pembentukan jaringan masyarakat gambut Pantai Timur Sumatera. "Pembentukan jaringan masyarakat gambut diharapkan dapat mendorong kerja kolektif rakyat untuk menghentikan konflik serta mencegah kerusakan kawasan gambut seperti kebakaran dan ekspansi perkebunan skala besar," kata Ketua Komite Persiapan Masyarakat Gambut Sumatera, Albadri Arif, di Palembang.




Menurutnya, untuk membentuk jaringan masyarakat gambut, baru-baru ini aktivis Walhi dan perwakilan masyarakat Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan beserta beberapa organisasi lingkungan lainnya melakukan pertemuan di Palembang.



Proses pembentukan jaringan masyarakat gambut itu tidak hanya sebatas masyarakat gambut di pesisir timur Sumatera, tetapi juga akan didorong untuk membangun hubungan dengan masyarakat hutan gambut di pulau lainnya. 



Dengan berkembangnya jaringan masyarakat gambut di setiap provinsi, diharapkan aktivis Walhi bisa bekerja secara kolektif dengan masyarakat menghentikan konflik dan mencegah kerusakan hutan gambut oleh sekelompok pemilik modal, katanya.



Sementara Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Anwar Sadat mengatakan, pembentukan jaringan masyarakat tersebut didasari maraknya konflik dan kerusakan lingkungan kawasan gambut.



"Maraknya konflik, perampasan lahan, kerusakan lingkungan dan beragam bencana akibat ekspansi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit di kawasan gambut Sumatera," ujarnya. 



Sebagai gambaran, sumber kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel seperti Desa Nusantara seluas 1.200 hektare, Desa Marga Tani seluas 789 hektare, Dusun Tepung Sari dan Desa Tirta Mulya seluas 615 hektare "dirampas" untuk perkebunan kelapa sawit.



Masyarakat di sejumlah desa Kabupaten OKI itu, selama puluhan tahun bekerja keras mengelola kawasan gambut menjadi daerah sentra produksi beras yang produktif, namun sekarang ini terancam kehilangan lahan persawahan mereka karena akan dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.



"Keberadaan masyarakat sejumlah desa tersebut saat ini diujung tanduk setelah BPN mengeluarkan HGU kepada PT SAML yang merubah kawasan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit," ujar Sadat.



Sedangkan menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli, ekspansi HTI dan perkebunan kelapa sawit telah merusak 70 persen kawasan gambut di tiga Kabupaten yakni Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, dan Muaro Jambi. 



Luas kawasan gambut Jambi yang mencapai 713.838 hektare telah kehilangan fungsi ekolgis dengan signifikan dalam satu dekade terakhir. 



Proses penghancuran lingkungan dan tatanan kehidupan rakyat yang dilakukan dengan mengalihfungsikan lahan gambut menjadi lahan perkebunan besar perlu segera dihentikan.



Untuk menghentikan tindakan itu tidak mungkin bisa dilakukan oleh aktivis Walhi dan aktivis lingkungan lainnya, tetapi juga memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat dan dukungan aparat pemerintah menegakkan aturan secara tegas, kata dia pula. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar