Komersialisasi dan komoditasi pendidikan tak ubahnya “bom waktu” yang gesa meledak, yang mampu menghancurkan masa depan generasi bangsa ini. Punggawa negeri sudah selayaknya segera mencari formula untuk menjinakkan “bom waktu” tersebut. Model pendidikan yang pro terhadap mereka yang marjinal tentu diharapkan mampu segera diwujudkan untuk menjadi alternatif bagi mereka yang tertindas oleh arus pasar pendidikan.
Model pendidikan yang diharapkan sudah barang tentu berorientasi pada biaya yang mudah dijangkau oleh berbagai golongan, termasuk bagi mereka yang marjinal. Dan alangkah lebih baik lagi apabila pemerintah mampu memanajemen dan mengorganisasikan dana pendidikan bagi rakyat marjinal sehingga seluruh dananya ditanggung oleh Negara. Sebagai contoh, pemerintah membuat konsep Bidik Misi pada perguruan tinggi negeri bagi mereka yang tidak mampu namun berprestasi. Sehingga secara eksplisit mampu menstimulus calan-calon “agent of change” yang tengah haus akan ilmu tersebut tetap mampu produktif berkarya, tanpa memikirkan lagi biaya pendidikan.
Dan yang perlu diingat, kesuksesan lembaga pendidikan baik dasar maupun tinggi tentu tak semata dilihat dari perspektif fisik, tetapi yang lebih esensial adalah kesuksesan dalam mengantarkan anak didiknya menuju gerbang keberhasilan agar mampu menjadi insan cendekia pembangun bangsa. Lembaga pendidikan harus mampu menanamkan etika keilmuan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan martabat7. Jika memang harapan model pendidikan kelas dua yang pro rakyat ini tercapai, tentunya mampu menjinakkan bom waktu yang gesa meledaknya.
Terobosan akhir yang direkomendasikan penulis adalah pemerintah wajib membuat pembaruan sistem pendidikan nasional yang pengelolaan dan pengorganisasiannya mesti diupayakan dapat menjamin kemudahan setiap warga negara berbagai golongan dalam mendapatkan haknya di bidang pendidikan yang berlandaskan keadilan sehingga menciptakan pemerataan baik itu di tingkat pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Model pendidikan yang diharapkan tentulah pendidikan yang murah namun berkualitas sehingga dapat dinikmati segenap generasi bangsa dari berbagai golongan, tanpa memandang stratifikasi sosial maupun ekonomi. Asalkan mereka mampu berkarya dan berprestai, hak pendidikan wajib mereka dapatkan. Dan jika memang terobosan ini mampu diaktualisasikan, tentu “bom waktu” yang siap meledak ini akan dapat jinak secara perlahan, karena waktulah yang akan menetralkannya.
Dan yang perlu diingat, kesuksesan lembaga pendidikan baik dasar maupun tinggi tentu tak semata dilihat dari perspektif fisik, tetapi yang lebih esensial adalah kesuksesan dalam mengantarkan anak didiknya menuju gerbang keberhasilan agar mampu menjadi insan cendekia pembangun bangsa. Lembaga pendidikan harus mampu menanamkan etika keilmuan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan martabat7. Jika memang harapan model pendidikan kelas dua yang pro rakyat ini tercapai, tentunya mampu menjinakkan bom waktu yang gesa meledaknya.
Terobosan akhir yang direkomendasikan penulis adalah pemerintah wajib membuat pembaruan sistem pendidikan nasional yang pengelolaan dan pengorganisasiannya mesti diupayakan dapat menjamin kemudahan setiap warga negara berbagai golongan dalam mendapatkan haknya di bidang pendidikan yang berlandaskan keadilan sehingga menciptakan pemerataan baik itu di tingkat pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Model pendidikan yang diharapkan tentulah pendidikan yang murah namun berkualitas sehingga dapat dinikmati segenap generasi bangsa dari berbagai golongan, tanpa memandang stratifikasi sosial maupun ekonomi. Asalkan mereka mampu berkarya dan berprestai, hak pendidikan wajib mereka dapatkan. Dan jika memang terobosan ini mampu diaktualisasikan, tentu “bom waktu” yang siap meledak ini akan dapat jinak secara perlahan, karena waktulah yang akan menetralkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar