Bencana, Relasi Narasi yang Terputus

Hingga sekarang, manusia masih terus berupaya mencari tempat tinggal baru. Bumi sudah terasa sesak dengan lebih dari 7 miliar manusia di dalamnya. Namun, ”Bumi baru” tak jua ditemukan dalam tata surya kita. Persoalannya, belum ada benda langit seukuran Bumi yang memenuhi syarat utama, yaitu memiliki air. Baru Mars yang ”dicurigai” memiliki air di permukaannya dalam bentuk lapisan es.

Usia batuan sedimen tertua di Bumi diperkirakan 3,9 miliar tahun, sementara Bumi diperkirakan telah terbentuk sekitar 4,6 miliar tahun, berdasarkan perhitungan usia meteorit (James F Kasting, Scientific American, 1998). Sedimentasi membutuhkan air dalam prosesnya. Dari berbagai penelitian tersebut, masih ada celah gelap mengenai prakiraan kapan air mulai ada di Bumi.

Kevin J Zahnle dari Ames Research Center NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat) menyebut Bumi semacam ember raksasa, berbenturan dengan benda langit yang mengandung es dan kemudian menguap di atmosfer Bumi. Uap air tersebut mengembun menjadi air saat Bumi mendingin. Dalam proses selanjutnya, tiga perempat air tersebut ”menghilang”, memecah diri menjadi unsur hidrogen dan oksigen yang sebagian tersimpan dalam batuan inti Bumi.

Teori agak berbeda diungkapkan Iain Stewart, profesor dari Geoscience Communication di School of Earth, Ocean and Environmental Sciences, Plymouth University, baru-baru ini. Menurut Stewart, sistem gunung api dan komet merupakan faktor utama asal mula air di Bumi.

Air muncul dari proses vulkanik, melalui sebuah peristiwa yang berlangsung bagai ”neraka”. Unsur-unsur air terangkat dari inti Bumi. Saat Bumi mendingin, selama ribuan tahun turun hujan yang tercatat terlama sepanjang sejarah Bumi. Separuh lautan terbentuk. Lautan baru penuh terisi saat komet menghujani Bumi. Dengan volume air sekitar 1,33 miliar kilometer kubik, lautan berperan sebagai mesin pengatur iklim dan sumber kehidupan yang amat kaya bagi makhluk Bumi.

Peradaban manusia

Sejak awal peradaban, manusia menyadari eksistensinya terpaut erat dengan air. Saat peradaban manusia modern bermula di Mesopotamia, di antara Sungai Efrat dan Tigris, Asia Kecil, muncul relasi kuasa dalam air: yang menghidupi dan yang dihidupi.

Ea adalah dewa orang Mesopotamia, dewa air yang terkandung di dalam tanah. Dalam bahasa Samaria, Ea sama dengan Enki, penguasa Bumi yang mengatur pembagian tugas dewa-dewa lain. Anu sebagai dewa langit, bapak para dewa dan roh-roh jahat serta setan, dan Enlil sebagai dewa angin melengkapi kesatuan tiga dewa Mesopotamia pada awal peradaban. Dewa Enlil hadir pada energi, kekuatan, dan kekuasaan.

Ketika agama mulai diperkenalkan dan menggeser paganisme, peran air tetap tak tergeser. Air menempati posisi sentral sebagai pengusir segala keburukan. Pada ajaran Kristen oleh Yesus Kristus atau Nabi Isa, air menjadi pencuci dosa asal manusia. Sementara dalam Islam, sebelum shalat, manusia harus berwudu dengan air.

Sumber air di berbagai belahan dunia memiliki narasi masing-masing dalam ranah agama dan kepercayaan. Semua narasi tersebut bermuara pada sebuah pengakuan akan kekuatan air: sebagai penyembuh untuk penyakit fisik ataupun hal-hal terkait dengan soal keberimanan (faith).

Tubuh manusia

Demo mogok makan, sering kita dengar. Kita nyaris tak pernah mendengar demo mogok minum. Ketika mogok makan, pendemo masih mengonsumsi cairan berbasis air.

Menurut ahli pangan Institut Pertanian Bogor, Ahmad Sulaeman, manusia dewasa bisa bertahan hidup sekitar sebulan tanpa makanan. Namun, ia hanya bisa bertahan 9-10 hari jika tubuhnya tidak mendapat asupan air.

Telur yang dibuahi pun tumbuh dan berkembang menjadi bayi dalam rahim yang hangat serta nyaman dan berlimpah air ketuban. Air ketuban setidaknya menghindarkan bayi dari trauma akibat benturan langsung.

Tubuh manusia terdiri atas susunan sel-sel hidup yang penuh air. Kemampuan air melarutkan berbagai substansi membuat kita mampu menyerap mineral, berjenis nutrisi, dan bahan kimia yang berguna.

Air merupakan bagian utama tubuh semua makhluk hidup. Berat air dalam tubuh bisa mencapai 90 persen berat tubuh organisme. Sekitar 70 persen komposisi otak manusia adalah air, diukur dari beratnya. Sementara paru-paru sekitar 90 persen. Jaringan otot halus mengandung air sekitar 75 persen. Lemak tubuh mengandung 22 persen air. Sekitar 83 persen darah kita adalah air, untuk membantu mencerna makanan, mendistribusikannya ke seluruh tubuh, dan mengangkut kembali sisa-sisa yang tak tecerna, sekaligus mengendalikan suhu tubuh. Tiap hari, sekitar 2,4 liter air berganti dari sistem tubuh manusia.

Menurut ahli anak, Jeffrey Utz, dari Allegheny University, persentase tersebut berbeda dari satu orang ke orang lain. Otot yang bersih dari lemak mengandung lebih banyak air. Tubuh anak-anak lebih banyak mengandung air dibandingkan dengan orang dewasa; tubuh laki-laki lebih banyak air daripada perempuan; orang kurus lebih banyak mengandung air dibandingkan dengan orang gemuk. Air menjadi unsur utama untuk tercapainya kondisi tubuh yang sehat.

Tak lagi berelasi

Saat merunut kisah air, kita bisa mendadak tersentak karena fakta menyakitkan: bencana banjir. Narasi air pada jagat besar yang berujung pada tergelarnya kehidupan di atas Bumi seakan terpisah dari realitas keseharian kita.

Sementara itu, cerita kecil air dalam kehidupan sehari-hari: aktivitas makan, minum, mandi, dan berbagai kegiatan lainnya, seolah tak terhubung dengan cerita air pada jagat besar semesta.

Ketika kisah dalam jagat kecil dan jagat besar semakin tak berelasi satu sama lain, bisa jadi di pengujung waktu nanti bencana akan menjadi keseharian kita....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar