Resource Nationalism (Nasionalisme Sumber Daya)

Fakta yang menarik diperlihatkan oleh hasil kajian Ernst & Young yaitu bahwa resiko usaha pertambangan untuk tahun 2012-2013 yang paling dikhawatirkan oleh para pelaku usaha tambang internasional adalah meningkatnya kecenderungan nasionalisme sumberdaya (resource nationalism)1. Secara prinsip, resource nationalism adalah upaya/metode yang dilakukan oleh suatu negara untuk mendapatkan kendali lebih atas sumber daya alam yang dimiliki serta mendapatkan manfaat ekonomi dari pengelolaan sumber daya-nya. Ada dua kata kunci di sini yaitukendali dan manfaat ekonomi. Masih berdasarkan kajian Ernst and Young tersebut, setidaknya terdapat tiga tren utama resource nationalism yang mengemuka yaitu:
Meningkatnya royalti dan atau pajak tambang.

Australia sebagai negara dengan tradisi tambang yang kuat membuat kejutan dengan diumumkannya aturan mengenai pajak tambang yang baru pada tahun 2010. Hal ini menjadikan banyak negara eksportir komoditas tambang juga terpengaruh untuk meningkatkan pendapatannya dari sektor pertambangan.

Kewajiban peningkatan nilai tambah dan atau pembatasan ekspor.
Kebijakan peningkatan nilai tambah yang mulai diterapkan di Indonesia juga ternyata sedang menjadi tren di negara-negara eksportir komoditas tambang. Sebutlah Zimbabwe, Brasil dan Vietnam, mereka adalah negara-negara yang tengah mengimplementasikan kebijakan peningkatan nilai tambah atas komoditas tambangnya seperti dengan pemberlakuaan pembatasan ekspor atas bahan mentah komoditas tambang.

Upaya mempertahankan kepemilikan negara atau nasional atas sumber daya yang dimiliki.

Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 mewajibkan perusahaan pertambangan asing untuk melakukan divestasi hingga 51% (walau tidak berlaku surut). Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan dengan Mongolia yang juga membatasi kepemilikan asing pada sumber daya alam (termasuk komoditas tambang) hingga 49%, diberlakukan juga di tahun 2012.

Tulisan selanjutnya akan membahas sembilan (9) resiko usaha yang dikhawatirkan oleh investor menurut kajian Ernst & Young lainnya yaitu: kurangnya tenaga kerja yang terampil, infrastruktur, inflasi, modal proyek, mempertahankan social license to operate, volatilitas harga dan nilai tukar, manajemen modal, pembagian manfaat (sharing the benefits), serta korupsi.


***
Sumber : Jajat Sudrajat, ST

Tidak ada komentar:

Posting Komentar