Rumah Bambu, Rumah Sejuta Manfaat

Bambu sudah dikenal lama dan sangat dekat dengan adat istiadat masyarakat Indonesia, mulai dari proses kelahiran (sebagai alat untuk memotong pusar bayi atau sunatan di desa) sampai prosesi kematian (sebagai bahan bakar dalam upacara kremasi jenazah oleh masyarakat Hindu dan Budha). Secara umum, pemanfaatan bambu dalam kehidupan meliputi bidang pangan, rumah tangga, kerajinan, sampai bidang konstruksi.

Sebagaimana kita tahu, aktifitas sehari-hari pun tak luput dari pemanfaatan bambu sebagai kebutuhan hidup masyarakat seperti bahan makanan (rebung), pembungkus makanan (daun), makanan ternak (pucuk daun muda), sapu lidi, barang mebel bahkan industri (pulp dan kertas). Dengan berbagai tujuan, tercipta pula aneka kerajinan khas bambu seperti cinderamata, mebel, tas, topi, kotak serba guna hingga alat musik. Sedangkan dalam hal konstruksi, bambu juga digunakan untuk pembuatan jembatan, aneka sekat, serta bangunan rumah berupa tiang, dinding, atap atau keseluruhannya.

Struktur bangunan bambu dapat dengan mudah ditemui di banyak tempat yang memiliki bambu, mulai struktrur yang paling sederhana seperti gubuk, hingga struktur yang rumit berupa jembatan dengan bentangan hingga puluhan meter yang dapat ditemui di Sumatra, Jawa dan Sulawesi. Konstruksi bangunan yang menggunakan bambu juga telah digunakan turun temurun oleh masyarakat adat Toraja yaitu rumah tongkonan yang memiliki nilai arsitektur tinggi serta nilai adat yang khas. Dengan menggunakan bambu sebagai konstruksi penutup atap dan penyanggah, rumah tersebut memiliki sirkulasi udara yang sangat baik sehingga sangat nyaman untuk ditempati. Hal serupa namun sedikit berbeda terjadi pada zaman pendudukan Belanda dan Jepang.

Sejak teknologi barat mulai diperkenalkan, pasangan tembok mulai dipakai khususnya pada komponen dinding penutup, dimana adanya penggabungan antara adukan semen sebagai plesteran dengan bambu anyam sebagai tulangannya. Sistem ini banyak dijumpai pada rumah-rumah pejabat serta kantor, baik di pedesaan maupun di kantor-kantor perkotaan. Kenyataannya sampai sekarang rumah-rumah bernilai estetik dan sejarah tersebut masih dapat kita temui dalam kondisi masih baik.

Namun saat ini sepertinya rumah berbahan dasar bambu sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Aplikasi yang kurang tepat, perlakuan yang salah dalam pemanfaatan bambu serta anggapan bambu sebagai bahan bangunan yang kurang berharga dan ketinggalan zaman, mungkin menjadi penyebabnya. Hal itu sangat disayangkan mengingat persediaan material lokal ini begitu melimpah sehingga murah dan mudah ditemukan.

Bambu sendiri merupakan produk hasil hutan non kayu yang termasuk tanamanBamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragaman jenis bambu di dunia sekitar 1.250-1.500 jenis sedangkan Indonesia memiliki 10% nya yaitu sekitar 154 jenis bambu dan 37 jenis di antaranya khusus terdapat di Provinsi Jawa Barat (Wijaya et al, 2004).

Tanaman ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dari permukaan air laut dan umumnya tumbuh di tempat-tempat terbuka dan bebas dari genangan air. Sebagai bahan bangunan alternatif, bambu memiliki keunggulan karena struktur dan juga karena perbandingan kekuatan dan berat yang dimilikinya. Serat bambu yang panjang menambah kekuatan bambu dan melebihi kayu pada umumnya, bahkan mengalahkan baja.

Di sisi lain, bambu memiliki kadar lignin yang rendah dan komponen punyusun utamanya adalah asam salisilat yang memberikan kelenturan sekaligus kekuatan pada bambu. Jika dibandingkan dengan kayu pohon (kamper, kruing, merbau, meranti, besi, dll) yang sudah mulai sulit/langka dan mahal, bambu memiliki kelebihan unik tersendiri. Berikut beberapa kelebihan bambu jika dipergunakan untuk komponen bangunan.

Pertama, merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dengan relatif cepat (3-5 tahun sudah dapat ditebang). Berbeda dengan kayu yang hanya satu kali panen dalam sepuluh tahun. Kedua, mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (beberapa jenis bambu melampaui kuat tarik baja mutu sedang), ringan, berbentuk pipa beruas sehingga cukup lentur untuk dimanfaatkan sebagai komponen bangunan rangka.

Ketiga, murah harganya serta mudah pengerjaannya. Tidak seperti industri kayu olahan (plywood, hardboard, dll) yang membutuhkan peralatan canggih dan modern, bambu mudah dipotong, dilubangi, diangkat serta mudah perawatannya, hanya dengan peralatan sederhana kita bisa membuat bangunan bambu. Selain itu, masa konstruksinya juga cukup singkat sehingga biaya konstruksi pun menjadi lebih murah.

Keempat, bagian permukaan luar bambu sudah secara alami licin dan bersih dengan warna yang alami dan menarik pula. Sehingga bambu tidak memerlukan pengecatan atau amplasan. Bambu juga dapat dikombinasikan dan cocok dengan material lain seperti kayu, batu, dan baja.

Kelima, dinding rumah bambu lebih memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Hal itu disebabkan celah-celah yang terdapat pada dinding rumah bambu, meskipun kelihatannya tertutup rapat. Rumah bambu juga mempunyai daya lentur yang kuat sehingga meski sudah tua, rumah bambu tak akan roboh sekaligus.

Keenam, karena karakter dan struktur fisiknya, bambu dapat dikatakan cocok untuk segala jenis struktur konstruksi. Baik untuk konstruksi permanen maupun bangunan sementara. Selain itu, kelenturan dan kekuatannya terbukti sebagai bahan yang aman untuk daerah yang rentan gempa seperti Indonesia.

Ketujuh, bambu tidak bersifat polutif, seluruh bagian bambu dapat digunakan dan tidak ada yang terbuang. (Dalam praktiknya batang bambu dapat digunakan untuk konstruksi, bagian pucuknya yang lebih kecil dapat dijadikan ajir atau penyangga tanaman, daun bambu dapat dijadikan makanan ternak dan juga kompos, tunas muda bambu dapat dimakan sebagai sayuran yang lezat). Bahkan sisa-sisa dari industri bangunan bambu dapat dijadikan arang yang bermutu dan bernilai ekonomi tinggi.

Kedelapan, sesuai dengan fungsinya yang ekologis, akar bambu sangat solit sehingga mampu menyimpan cadangan air dan mencegah erosi jika ditanam pada daerah lereng (tepi sungai atau jurang); 9. Dari segi konservasi, penggunaan bambu sebagai pengganti kayu dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan. Sebagaimana kita ketahui, kebutuhan ekspor-impor kayu yang semakin tinggi mengakibatkan kayu dieksploitasi secara besar-besaran tanpa pola tebang pilih.

Memperhatikan manfaat bambu di atas, beberapa negara di Asia diantaranya China, telah menggunakan bambu sebagai tanaman utama konservasi alam untuk meningkatkan pertimbangan budaya dan ekonomi masyarakatnya melalui aneka kerajinan serta kebutuhan konstruksi.

Masyarakat Bali Desa Pakraman Angseri yang telah sukses menggunakan bambu sebagai tanaman hutan rakyat seluas 12 ha, ternyata telah membantu menjaga dan memulihkan aliran air bawah tanah dan mata air panas, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan bambu dengan usaha kerajinan serta menunjang kehidupan komunitas kera untuk dijadikan sebagai tempat wisata (Sumatera dan Peneng, 2005). Masih di Bali, konon terdapat rumah bambu yang usianya 125 tahun, begitu juga di Gunung Salak ada rumah yang sudah lebih dari 100 tahun, dan di Bekasi juga ada rumah bambu buatan Jatnika,

Ketua Harian Yayasan Bambu Indonesia yang sudah 27 tahun masih bagus. Sayang sekali tingkat budidaya tanaman bambu masih rendah di Indonesia. Padahal tanaman ini termasuk jenis yang mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan khusus. Budidayanya pun tergolong lebih mudah dibandingkan pohon. Setelah tanaman bambu sudah mantap (3-5 tahun), tanaman tersebut dapat di panen tanpa merusak rumpun.

Bambu dapat terus tumbuh dan digunakan tanpa melakukan penanaman lagi, berbeda dengan pohon yang membutuhkan penanaman kembali. Budidaya bambu juga dapat dilakukan dengan sederhana tanpa suatu teknologi yang tinggi. Hal ini membuat bambu dapat tumbuh terus menerus dan jumlahnya dapat lebih besar dari pohon. Bambu pun dapat terus dikembangkan untuk jumlah yang sangat banyak.

Kondisi ini tentu merupakan suatu pertolongan bagi bumi. Jumlah penebangan liar dapat berkurang dikarenakan penggunaan bambu yang memerlukan waktu singkat untuk pengadaan kembali. Selain kuat, bambu mempunyai ketahanan yang luar biasa. Tanaman ini dapat tumbuh dalam setiap kondisi cuaca dan keadaan. Ketahanan ini merupakan sesuatu yang menguntungkan terutama jika dibandingkan dengan kayu. Ketahanan ini menyebabkan bambu tersebut memiliki umur yang lama serta tidak mudah mati. Manfaat lain dari bambu yaitu memiliki keunggulan untuk memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata.

Selain itu bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada semua jenis tanah (baik lahan basah maupun kering), tidak membutuhkan investasi besar, pertumbuhannya cepat, dan memiliki toleransi tinggi terhadap gangguan alam dan kebakaran. Dengan kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen, bambu juga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya sehingga udara perkotaan bisa lebih fresh.

Dari semua kelebihan itu, hal paling unik yang menjadikan bambu sangat recommended,terutama untuk dijadikan bahan pembuatan rumah ialah ketahanannya terhadap gempa. Karena sifat bahannya yang ringan, dan struktur sambungannya yang tidak kaku, rumah bambu dapat bergerak bersama fondasinya saat terjadi gempa. Dindingnya tak akan retak, apalagi rumah bambu yang tradisional murni atau yang keseluruhannya terbuat dari bambu.

Kalaupun gempanya sangat kuat hingga membuat rumah roboh dan menimpa penghuninya, tentu akibatnya tidak akan seburuk bila tertimpa bata bukan? Bagaimanapun rumah bambu ini sangat cocok bila diaplikasikan di Indonesia yang rawan dilanda gempa bumi. Namun dimana ada kelebihan pasti ada kelemahan. Begitu juga dengan bahan bambu. Kelemahannya adalah dalam penggunaannya yang kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan.

Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bambu adalah sifat fisik bambu (bulat) yang agak menyulitkan dalam pembentukkan dan pengerjaannya secara mekanis, variasi dimensi dan panjang ruas yang tidak seragam, serta mudah diserang oleh organisme perusak seperti kumbang bubuk/rayap dan jamur.

Hal inilah yang membuat orang-orang menganggap bahwa bambu memiliki tingkat keawetan yang rendah dan tidak memilih bambu untuk penggunaan jangka panjang. Padahal hal tersebut dapat diakali dengan melakukan pengawetan lebih awal, agar bambu yang digunakan memiliki nilai pakai yang dapat menjamin waktu pakai lama. Sebab tanpa pengawetan di tempat terbuka bambu hanya dapat digunakan 1-3 tahun, apabila di bawah naungan/terlindung 4-7 tahun, pada kondisi ideal dapat digunakan 10-15 tahun, namun apabila dengan pengawetan dapat digunakan lebih dari 15 tahun (Liese, 1980dalam Morisco 2005).

Dengan memperhatikan kelemahan bambu tersebut, masyarakat perlu disadarkan untuk memperlakukan material bambu dengan benar. Karena dengan kesadaran masyarakat akan nilai bambu baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, bambu dapat dibawa ke tingkat yang lebih tinggi. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan pada bambu.

Satu, ketika ditebang, kumbang bubuk akan segera menginfeksi bambu, oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk langsung mengawetkan bambu. Dua, bambu yang bersentuhan langsung dengan tanah dalam waktu lama, akan mangalami pelapukan dan mengundang serangan serangga, hal ini juga terjadi pada kayu. Oleh sebab itu sturktur bambu harus menghindari kontak langsung dengan tanah.

Tiga, sama seperti kayu, bambu yang kering sangat mudah terbakar, oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk mengawetkan bambu dengan bahan pengawet yang dapat meningkatkan tingkat fire retardant bambu. Empat, banyak tukang yang sulit mengerjakan bahan bambu karena ukuran diameter bambu dari pangkal ujung seringkali tidak sama, demikian pula ketebalannya. Namun para perajin dan tukang yang berpengalaman menangani bambu tidak ada kesulitan dengan kondisi ini. Artinya, diperlukan pelatihan bagi yang belum mengenal karakteristik bambu.

Lima, konstruksi bambu yang baik membutuhkan keahlian khusus dalam hal sambungan dan ikatan. Aplikasi yang salah akan mengurangi kekuatan struktur dan juga keindahan bangunan bambu. Diperlukan peningkatan keterampilan bagi orang yang baru bekerja dengan bambu.

Dahulu, bambu digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan umum dalam bentuk batangan (bulat), bilah dan anyaman. Sistem sambungannya secara tradisional, dengan menggunakan tali ijuk, pasak dan paku. Cara pengawetannya masih dilakukan dengan cara perendaman di kolam atau sungai sehingga memerlukan waktu lama. Namun pada akhir abad ke-20, perkembangan teknologi bambu mulai berkembang sehingga banyak hasil produksi bahan komponen bangunan dari bambu seperti, panel bambu dengan perekat resin (lem) dan panel berbasis semen (bambu cement board).

Selain bahan olahan tersebut, bambu juga sudah mulai diproduk seperti layaknya kayu, misalnya bambu laminasi, balok bambu, lantai parkit bambu, serta papan bambu sebagai bahan dasar furnitur dan lantai. Saat ini, perkembangan teknologi sudah demikian maju sehingga segala kelemahan bambu sudah dapat direkayasa dan diatasi mulai dari konstruksi, sambungan dengan berbagai jenis konektor, serta bentuk yang memungkinkan bambu dipakai pada panjang efektif sesuai dengan desain yang diinginkan, tetapi memenuhi persyaratan teknis.

Keterbatasan bambu untuk dipakai pada bangunan-bangunan khusus yang mempunyai tingkat kesulitan tinggi pun sudah dapat diatasi, bahkan di beberapa negara maju, bambu sudah dipakai sebagai bahan untuk bangunan penting seperti villa, tribun stadion, kantor bertingkat, jembatan dengan bentang lebar, dan sebagainya. Teknologi pengawetan tradisional yang tadinya menggunakan metode perendaman, pemulasan dan pengasapan, sudah mulai berkembang dengan cara modern seperti, metode Bucherie cara grafitasi atau vertikal, tekanan udara (vacuum pressure) yang mempercepat proses pengawetan.

Begitu pula sistem pengeringan dengan menggunakan pengeringan di ruangan, sudah memudahkan kita untuk mendapatkan bambu yang memenuhi syarat kekeringan sesuai yang disyaratkan untuk dipakai pada konstruksi bangunan. Sekarang untuk mendapatkan bambu dengan keawetan yang tinggi sudah mudah diperoleh bahkan dapat dilakukan oleh kita sendiri. Sebagai masyarakat umum, kita bisa memulai melestarikan bambu yang memiliki sejuta manfaat ini sebagai bahan kontruksi alternatif dengan menggunakan bahan dasar bambu untuk membangun rumah atau membangun bangunan kecil seperti gazebo atau mushalla dari bambu di halaman rumah jika kita memiliki luas halaman yang cukup.

Bila memungkinkan, kita juga bisa menanam bambu di halaman depan ataupun di belakang rumah. Selain sebagai cadangan untuk mengganti pada saat ada bagian rumah yang sudah mulai rusak, juga sebagai peneduh, hiasan, dan tentu saja penyedia oksigen untuk paru-paru kita. Dengan memberikan contoh seperti ini, masyarakat di sekitar rumah akan sadar dan tidak lagi menganggap enteng bambu. Namun yang terpenting, rumah kita akan menjadi lebih sehat dan para penghuninya pun akan hidup sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar